Lompat ke isi

Vitamin C

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Struktur kimia vitamin C

Vitamin C adalah salah satu jenis vitamin yang larut dalam air dan memiliki peranan penting dalam menangkal berbagai penyakit.

Vitamin ini juga dikenal dengan nama kimia dari bentuk utamanya yaitu asam askorbat.[1] Vitamin C termasuk golongan vitamin antioksidan yang mampu menangkal berbagai radikal bebas ekstraselular.[2] Beberapa karakteristiknya antara lain sangat mudah teroksidasi oleh panas, cahaya, dan logam.[3] Meskipun jeruk dikenal sebagai buah penghasil vitamin C terbanyak, sebenarnya salah besar, karena lemon memiliki kandungan vitamin C lebih banyak 47% daripada jeruk.[3]

Sejarah penemuan

[sunting | sunting sumber]

Vitamin C berhasil diisolasi untuk pertama kalinya pada tahun 1928 dan pada tahun 1932 ditemukan bahwa vitamin ini merupakan agen yang dapat mencegah sariawan.[4] Albert Szent-Györgyi menerima penghargaan Nobel dalam Fisiologi atau Kedokteran pada tahun 1937 untuk penemuan ini.[5] Selama ini vitamin C atau asam askorbat dikenal peranannya dalam menjaga dan memperkuat imunitas terhadap infeksi.[3] Pada beberapa penelitian lanjutan ternyata vitamin C juga telah terbukti berperan penting dalam meningkatkan kerja otak.[1] Dua peneliti di Texas Woman's University menemukan bahwa murid SMTP yang tingkat vitamin C-nya dalam darah lebih tinggi ternyata menghasilkan tes IQ lebih baik daripada yang jumlah vitamin C-nya lebih rendah.[6]

Peranan vitamin C dalam tubuh

[sunting | sunting sumber]

Vitamin C diperlukan untuk menjaga struktur kolagen, yaitu sejenis protein yang menghubungkan semua jaringan serabut, kulit, urat, tulang rawan, dan jaringan lain di tubuh manusia. Struktur kolagen yang baik dapat menyembuhkan patah tulang, memar, pendarahan kecil, dan luka ringan.[7]

Buah jeruk, salah satu sumber vitamin C terbesar.

Vitamin c juga berperan penting dalam membantu penyerapan zat besi dan mempertajam kesadaran.[1] Sebagai antioksidan, vitamin c mampu menetralkan radikal bebas di seluruh tubuh.[3] Melalui pengaruh pencahar, vitamin ini juga dapat meningkatkan pembuangan feses atau kotoran.[1] Vitamin C juga mampu menangkal nitrit penyebab kanker. Penelitian di Institut Teknologi Massachusetts menemukan, pembentukan nitrosamin (hasil akhir pencernaan bahan makanan yang mengandung nitrit) dalam tubuh sejumlah mahasiswa yang diberi vitamin C berkurang sampai 81%.[1]

Hipoaskorbemia (defisiensi asam askorbat) bisa berakibat keadaan pecah-pecah di lidah scorbut, baik di mulut maupun perut, kulit kasar, gusi tidak sehat sehingga gigi mudah goyah dan lepas, perdarahan di bawah kulit (sekitar mata dan gusi), cepat lelah, otot lemah dan depresi. Di samping itu, asam askorbat juga berkorelasi dengan masalah kesehatan lain, seperti kolestrol tinggi, sakit jantung, artritis (radang sendi), batuk dan pilek.[1]

Kebutuhan vitamin C memang berbeda-beda bagi setiap orang, tergantung pada kebiasaan hidup masing-masing.[7] Pada remaja, kebiasaan yang berpengaruh di antaranya adalah merokok, minum kopi, atau minuman beralkohol, konsumsi obat tertentu seperti obat antikejang, antibiotik tetrasiklin, antiartritis, obat tidur, dan kontrasepsi oral.[1] Kebiasaan merokok menghilangkan 25% vitamin C dalam darah. Selain nikotin senyawa lain yang berdampak sama buruknya adalah kafeina.[1] Selain itu stres, demam, infeksi, dan berolahraga juga meningkatkan kebutuhan vitamin C.[7]

Pemenuhan kebutuhan vitamin C bisa diperoleh dengan mengonsumsi beraneka buah dan sayur seperti jeruk, tomat, arbei, stroberi, asparagus, kol, susu, mentega, kentang, ikan, dan hati.[3]

Untuk Pasien Skizoprenia dosis vitamin C sering di campur dengan Vitamin E, orang dengan skizofrenia yang mendapatkan suplementasi vitamin E(400 IU/hari) dan vitamin C (500mg/hari) dan omega 3 selama 4 bulan diketahui bahwa perbaikan gejala setelah pemberian suplementasi yaitu pengurangan yang signifikan dalam psikopatologi berdasarkan pada pengurangan skor total BPRS, PANSS dan peningkatan Henrich’s Quality of Life (QOL).

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c d e f g h Davies MB, Austin J, Partridge DA. 1991. Vitamin C: Its Chemistry and Biochemistry. Hal: 97-100. The Royal Society of Chemistry: Cambridge.
  2. ^ (Inggris) "Maturational Loss of the Vitamin C Transporter in Erythrocytes". Department of Medicine, Vanderbilt University School of Medicine; James M. May, Zhi-chao Qu, Huan Qiao, dan Mark J. Kouryab. Diakses tanggal 2010-11-26. 
  3. ^ a b c d e Kim DO, Lee KW, Lee HJ, Lee CY. 2002. Vitamin C equivalent antioxidant capacity (VCEAC) of phenolic phytochemicals. J Agric Food Chem 50(13):3713–17.
  4. ^ "Apakah Vitamin C Baik untuk Dikonsumsi Setiap Hari?" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-06-04. 
  5. ^ (Inggris) Gyorgi AS. 1931. Vitamin C, Muscles, and WWII. Szeged: 1931-47.
  6. ^ (Inggris) Bednar C, Kies C. 1994. Nitrate and vitamin C from fruits and vegetables: Impact of intake variations on nitrate and nitrite excretions of humans. Plant Foods Hum Nutr 45:71-80
  7. ^ a b c Naidu KA. 2003. Vitamin C in human health and disease is still mistery? An Overview. J Nutr 2:7

vitamin c

Referensi

[sunting | sunting sumber]